Selasa, 27 Mei 2008

Kutang

Kalatida dan Kalabendu sudah menjadi arus lumpur deras
Kotor, najis, meluluhlantahkan semuanya
Senandung Rahim bumi yang teduh dikoyak-koyak, Dihujam berkali-kali
Aborsi terus berulang
Mulut-mulut dijahit mesin raksasa

anak kecil itu kebingungan mencari kunang-kunang
Yang biasanya dia temui di atas pohon samping pematang yang telah hilang
Dalam pencariannya, Dia malah dikencingi pupa

Malam yang melahirkan candra kirana pupus bersama hilangnya suara srigala yang pergi karena takut akan pagi yang sekarang.
Pagi yang tak sejuk lagi
Pagi yang gagal mengirim embun pada bunga dan rumput

Terlintas sebuah lingkaran generasi yang melingkar menjadi generasi dajal

Rasa takut merasuki hati
Akan ada berita apalagi setelah jendela kamar di buka
Akankah ikan-ikan di bawah jendela itu masih menangis
Dan berenang diatas air matanya sendiri seperti kemarin

Anak kecil itu diam melihat ibunya yang tak tau harus melakukan apa di dapur
Sementara kaki bapak gemetar sebelum sampai di beranda;
Kalimat apalagi yang kupakai untuk menangkis pertanyaan istri dan anakku
Pertanyaan yang selalu sama

Kini Rumah kehilangan harmoni
Dan entah sampai kapan

26 Mei 2008

Minggu, 18 Mei 2008

Merah Putih

Merah tak berani lagi
Putih sudah tak suci
Perputaran ini yang telah membuktikannya
Seperti berada di dalam rimba

Pertiwi diam membisu
Pertiwi kehabisan air mata
Pertiwi diserang struk yang berkepanjangan
Pertiwi dipenjara anak-anaknya yang terus bangga dan latah
Termasuk kau dan aku

Hey! bersatunya merah dan putih telah menjadikanmu janin
Kemudian kita terlahir dengan tangan yang terkepal.
Menandakan kuatnya keinginan untuk hidup
Disertai dengan tangisan yang semangatnya membara…merah…merah...
Ayat-ayat suci menyambut dengan tulus…karena kau putih…tanpa noda

Setelah terbuai dengan ampas-ampas itu
Kita berdusta terhadap merah dan putih
Rusak semuanya

Mana kesaktian merah? Mana auranya putih? Mana?
Lihat! merahnya darah yang tumpah akibat pertikaian sudah menjadi hal yang biasa
Putihnya norma-norma sudah dicabik-cabik. Diobral tanpa harga dengan
Mengatasnamakan zaman yang tidak bisa dilawan

Banyak tanah yang menjadi saksi tragedi
Mulai dari Rencong sampai Cendrawasih
Naluri diperkosa, ideologi tinggal nama
Dan perahunya terus diterpa gelombang yang murka
sia-sia kuhormati kau disetiap senin pagi selama 12 tahun
yang diselingi lagu sang maestro biola

jejak najis ini terus memebekas dan berakar
episodenya terus melangkah dengan dendam dan nafsu
kenapa kita tidak mengkaji benang merah yang dibawa Budha, Bagawan biasa, Jesus Dan Muhammad?

Jumat, 09 Mei 2008

PERGULATAN AKHIR BINATANG JALANG

Tatkala Harimau-harimau memproklamirkan diri
Memegang perangkat hukum
Merusak meja hijau belantara
Keadilan rimba mencapai titik puncak sakaratul maut

Persekutuan serigala dan burung Hantu
Dicakar hingga tak bersuara
Burung Nazar mati
karena kekenyangan ribuan usus busuk binatang jalang

harimau membagi warisan hingga tujuh turunan
masing-masing menguasai wilayahnya
yang penuh dengan daging-daging segar

akhirnya semuanya mati
yang tertinggal hanyalah kaum mereka
Polemik terjadi
Dilema terus memusingkan otak mereka

Isi rimba tinggal nama
Kemana lagi harus mencari daging-daing segar
Daun dan ranting melakukan bunuh diri secara berjamaah
karena panggilan hati
semua pohon rapuh
tinggal padang yang tandus, kering dan retak
Harimau-harimau itu kebingungan
Jutaan suara terdengar dari langit: ha..ha..ha…
seraya berkata ha..ha..ha…
apalagi yang akan kau makan bajingan!!!

Sanggar Pramuka Lawang
06-07 Feb 2007

Syarif Wadja Bae