Selasa, 09 September 2008

Tikar Ibu

Seperti dua titik lesung bulan sabit diatas teratai
Yang melambai Pada sepoi lentik dan gemulai

Sari itu budi
Serupa senyum kertas disetiap langkah tinta.
Begitupula dengan anggunnya Ibu
Saat kita menginjaknya berkali-kali.

Kereta itu masuk ke terowongan
Menabrak ratusan kelelawar yang mengganggu kunang-kunang dalam kepala yang bisu akan ihwal singkatnya usia api pada lilin bodoh.

Menyerang sekujur tubuh rusuh lelaki yang lupa akan banyak mimpi disetiap tidurnya.
Yang dia ingat hanyalah sosok berkerudung duduk dalam gelas terakhir yang sedang menganyam tikar bermotif segala bentuk dengan warna pelangi.


Syarif Wadja Bae
Surabaya-Ende.
Juli-September 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar