Minggu, 06 Maret 2011

Kepada Penghitung Pahala

Kini sajakku masuk dalam hening siang simalakama. Ah, mungkin itu perasaanku saja. Sebenarnya aku melihat bintangmu berpayung hitam sedang berada dalam iba dan penyesalan.

Cinta kita bagai kegilaan benalu pada melati. Atau mungkin orgasme semut karena gula. Hah, kau lelah karena sering menghitung pahala. Dan kau tidak sadar ada yg selalu bertengger di kedua pundakmu. Lalu pelan-pelan tangan kirimu mulai menulis cerita kebencian tentang tangan kananmu.

Sementara kami menikmati setiap pencarian, karena kami yakin indah akan hadir dari perdebatan tentang apa yang sudah kami temukan. Dan senyum pun selalu membungkus di setiap akhir tetes keringat kami, ada kala juga air mata pencapaian. Karena itu kesetiaan melekat di jiwa kami.

Kau benalu yg terlalu mengagungkan melati, kau tak mampu menjaga harum dan indah imut mekarnya, Hingga naif melekat dalam ruang licikmu yang selalu kau andalkan.
Kau telah menjadi penghitung pahala yg sia-sia.

Syarif Wadja Bae.
Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar